Gairah Seorang Dave Grohl

Dipublikasikan pada : 07-01-2015 19:09:00

Sang pentolan Foo Fighters belajar untuk mencintai Amerika.

Oleh: David Fricke
foto oleh : Elisamoro.com

Los Angeles - Dave Grohl hendak menyanyikan lagu terakhir pada malam itu dalam sebuah kamar tempat ia menyaksikan pertunjukan rock pertamanya di tahun 1982: The Cubby Bear, sebuah bar di Chicago, di seberang Wrigley Field.

Grup yang bermain adalah band punk lokal Naked Raygun. Grohl berusia 13 tahun, seorang anak Virginia yang mengunjungi kerabatnya di kota itu, dan diajak ke acara itu oleh sepupunya. Dia mengalami perubahan. Semua yang liar dan baik dalam hidupnya–putus SMA agar bisa tur bersama band hardcore; bermain drum di Nirvana; menciptakan hit dan tampil di berbagai stadion bersama Foo Fighters; membuat film-film rock–berawal di sini.

“Ingat, yang dibutuhkan hanya memperkenalkan seseorang kepada sesuatu yang akan mengubah hidup mereka,” kata Grohl kepada penonton saat bercerita tentang sepupunya, Tracey Bradford, menjelang berakhirnya penampilan Foo Fighters selama dua setengah jam untuk merayakan penayangan episode pertama Sonic Highways, film seri dokumenter arahan Grohl di HBO. “Bayangkan semua hal yang dapat kalian perkenalkan kepada teman-teman kalian dan mengubah...”

Grohl menoleh kepada seseorang yang membuat isyarat di dekat panggung. Senyum Grohl berubah jadi masam. “I’m serious, asshole!” bentaknya. Grohl jarang marah. Belakangan, Grohl bercerita tentang momen itu dan ia masih kesal: “Ada cewek sok lucu di barisan depan yang berbuat seperti ini”–dia menunjuk jari ke kepalanya sendiri, seperti pistol, dan menembaknya–“ibaratnya, ‘Wah, otak meletus.’ ” (Ungkapan ironi yang salah. Dua puluh tahun lalu, vokalis-gitaris Kurt Cobain, rekan band Grohl di Nirvana, mengakhiri hidupnya dengan cara itu.)

Di The Cubby Bear, sifat ceria Grohl segera kembali. “Saya memang orang yang tulus dan bersemangat,” katanya, “tapi itu berhasil selama 20 tahun terakhir.” Lalu Grohl, gitaris Pat Smear dan Chris Shiflett, bassist Nate Mendel dan drummer Taylor Hawkins memainkan lagu “Everlong” dari tahun 1997: bersama para penggemarnya, Grohl bernyanyi, “And I wonder/When I sing along with you/If everything could ever feel this real forever/If anything could ever be this good again.”

“Orang-orang sulit membayangkan kalau bersikap tulus, sederhana dan jujur seperti itu,” kata Grohl, 45 tahun, beberapa hari setelah konser itu. Kami sedang berada di dalam rumah di bukit yang menghadap San Fernando Valley, Los Angeles. Grohl tinggal di sana bersama istri keduanya, Jordyn, dan ketiga putri mereka yang masih kecil. Dia menggelengkan kepalanya dengan takjub dan merapikan rambut hitam panjang yang terus menutup wajahnya. “Itu penting buat saya, bahwa kisah-kisah yang menginspirasi saya dapat menginspirasi orang lain. Saya tidak merasa seperti punya misi. Tapi saya punya peluang dan sumber daya.”

Dia menginvestasikan dua tahun dan uangnya sendiri, termasuk pendapatan Foo Fighters dari dua konser stadion di Meksiko pada tahun 2013, untuk Sonic Highways, juga menjadi judul album yang menyertainya. Acara HBO ini adalah tur delapan bagian ke kota-kota besar di Amerika yang kaya akan rock dan musik tradisional seperti Chicago, Austin, New Orleans dan Seattle. Juga merupakan sekuel dari Sound City, film Grohl dari 2013 tentang sebuah studio rekaman terkenal di L.A. Grohl menggagas Sonic Highways, menyutradarainya dan mewawancara beraneka ragam rekan sejawat dan senior, termasuk pemusik blues Buddy Guy, Gibby Haynes dari The Butthole Surfers, penyanyi country Carrie Underwood dan Presiden Barack Obama.

Grohl sendiri “cukup presidensial,” kata Hawkins, 42 tahun, pria kurus dan hiperaktif yang seperti kembaran Grohl dalam hal antusiasme maupun berbahasa kasar. “Dave selalu seperti, ‘Saya punya lagu-lagu yang bagus. Saya tahu akan membuatnya seperti apa. Mari kita lakukan ini.’ Dia tak pernah duduk saja dan berkata, ‘Apa yang akan kita lakukan?’. Tak pernah.”

“Dave punya visi,” kata Smear, 55 tahun, yang sempat tergabung di The Germs, band punk legendaris asal L.A. Ia pertama kali bermain bersama Grohl di Nirvana, setahun sebelum kematian Cobain. “Tugas kami adalah mewujudkan visi itu atau melakukan sesuatu yang lebih baik dari itu.”

Grohl, yang tumbuh di Springfield, Virginia, menyisipkan kisah-kisahnya sendiri. Ada pencerahan, seperti menonton Naked Raygun serta pelajaran mandiri yang didapatnya sewaktu remaja di kancah punk Washington, D.C. di dalam Sonic Highways. Dalam “The Feast and the Famine”, Grohl menuntut, “Check yourself/Wreck your brains/Where is that P.M.A.?” dengan menyebut singkatan dari “Positive Mental Attitude” yang dicetuskan oleh Bad Brains, band punk asal D.C.

“Dia adalah orang yang apresiatif,” kata Virginia Grohl, ibu Dave. “Dia menghormati sejarah dan akar.” Virginia membesarkan Dave dan kakak perempuannya, Lisa, setelah bercerai dari ayah mereka, James, seorang jurnalis dan kadang-kadang penyair, ketika Dave berusia enam tahun. Virginia, seorang guru bahasa Inggris dan public speaking di SMA, tak keberatan mengizinkan Dave putus sekolah di usia 17 tahun agar bisa tur di Eropa bersama band seriusnya yang pertama, Scream.

“Dulu kami berbicara tentang musik dan masa depan,” kata Virginia. “Uang tak pernah menjadi pembahasan kami. Yang dibicarakannya hanya berada di sebuah band dan bisa menonton band-band lain. Sejak itu dia bertekad.” Virginia terdiam. “Sekarang pun dia bertekad. Entah dia ada di gigi berapa sekarang. Saya tak bisa menjelaskannya.”

“Dave tak ingin masuk ke studio dan membuat album dengan cara yang biasa,” kata produser Butch Vig, yang menggarap Nevermind, album yang melejitkan Nirvana di tahun 1991, serta menjadi ko-produser album Sonic Highways. “Dia ingin kisah di baliknya yang membuatnya relevan.” Vig menambahkan, “Orang-orang menurutinya, karena mereka percaya bahwa Dave tulus. Itu terdengar pada musiknya, yang seperti dibuat oleh tetangga kita, seseorang yang kita kenal.”

Di studio pribadinya di sudut pada lantai atas rumahnya, Grohl berbicara seperti seseorang yang sulit percaya betapa beruntung dirinya. Ia memperdengarkan beberapa demo bergitar bising yang dibuatnya di sini untuk Sonic Highways. Studionya sederhana, dengan ruang yang pas untuk meja, sofa serta bilik kedap suara kecil yang berisi drum kit. Kita harus mendongakkan leher ke belakang agar bisa melihat ke-15 piala Grammy milik Grohl yang berjejer pada rak buku.

“Anda harus membayangkan saya di atas sini setelah menjadi ayah seharian,” teriak Grohl dengan riang di balik kebisingan gitar terdistorsi. “Saya minum tiga perempat isi botol wine dan memakai celana dalam, sambil menikmati riff gitar ini sepanjang malam.”

Saat ini baru lewat jam 10 pagi, tapi Grohl sudah bangun sejak pukul 05:45. Ia membuat sarapan dan membungkus kudapan untuk putri-putrinya, Violet (8 tahun) dan Harper (5 tahun), lalu mengantar mereka ke sekolah. Dia baru pulang setelah mampir di garasi untuk memperbaiki ban yang kempis. Grohl akan segera mengendarai mobilnya kembali untuk menyetir selama 15 menit ke Studio 606, fasilitas rekaman bandnya. Ia sedang dalam tahap menyunting episode Sonic Highways yang berlangsung di New York.

Di sela-sela itu, Grohl membuat sarapan untuk dirinya sendiri, melahapnya, membersihkan piring-piring dan memandu saya berkeliling rumah. Ia mampir di tempat tidur bayi berayun untuk menggendong Ophelia, putri bungsunya yang lahir pada Agustus lalu. Ia memeluk dan tersenyum padanya. Dalam perjalanan, ia terus bercerita riang, sarat akan kata kasar dan istilah van tur (“dude”, “rad”, “badass”) tentang kehidupannya, pekerjaannya dan banyak temannya di dunia rock & roll.

Ada kisah percakapan surat elektronik yang kocak dengan David Bowie, bermain dengan Prince serta mengundang Paul McCartney ke rumah untuk minum anggur. “Kita tak pernah menduga berapa banyak memorabilia The Beatles yang kita punya sampai dia datang untuk berkunjung,” kata Grohl dengan tertawa malu, sambil melewati poster Yellow Submarine di salah satu dinding.

“Fuck, no! Not at all,” kata Grohl saat di-tanya apakah dia merasa sederajat dengan mereka. “Saat bermain dengan Paul McCartney, kita tak merasa sederajat dengannya.”

Tapi di studionya, Grohl bercerita tentang menghadiri pesta yang diadakan Elton John pada malam penghargaan Oscar dan duduk semeja dengan Eve Hewson, aktris dan juga putri Bono dari U2.

“Saya berkata, ‘Bolehkah saya bertanya tentang rasanya tumbuh dengan ayah yang juga seorang rock star? Karena saya punya tiga putri.’

Kisah selengkapnya baca majalah Rolling Stone Indonesia edisi 117, Januari 2015

Sumber : http://rollingstone.co.id/read/2015/01/07/190958/2796902/1101/gairah-seorang-dave-grohl

Loketics.Com!

Perum. APH Seturan EIII 51 Depok Sleman
Yogyakarta Indonesia
[email protected]
+62 878-3954-6154
See location

Facebook Twitter Youtube Youtube

Footer
Loketics.Com @ 2013 - 2015
Send E-mail for partnership event.

BANTUAN | TENTANG KAMI | KARIR | KONTAK KAMI
Loketics.Com, Concern for concert goers